-->

LAPORAN LENGKAP FITOKIMIA 1 KLT

Posting Komentar

 

LAPORAN LENGKAP


PRAKTIKUM FITOKIMIA I

 

 


 

 

 

 

 

 

 

Diajukan Sebagai Syarat Untuk Mengikuti Ujian Praktikum

Fitokimia I

 

 

 

OLEH :

Kelas                           : G.2

Kelompok/Batch       : III

 

 

 

LABORATORIUM FITOKIMIA I

PROGRAM STUDI S.1 FARMASI

STIKES MANDALA WALUYA

KENDARI

2018

 

 

 

 

KATA PENGANTAR

 

Segala  puji  hanya  milik  Allah SWT.  Shalawat  dan  salam  selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW.  Berkat  limpahan  rahmat dan hidayah - Nya sehingga kami mampu  menyelesaikan  laporan lengkap kimia analisis II ini guna memenuhi tugas  praktikum kimia analisis II.

Dalam penyusunan laporan ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi. Namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan laporan ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang kami hadapi teratasi.

Semoga laporan ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa stikes mandala waluya kendari. Kami sadar bahwa laporan ini masih jauh dari kata sepurna, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca untuk perbaikan pembuatan laporan dimasa yang akan datang

 

 

 

Kendari, Juli 2018

Penyusun

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Obat tradisional di dunia ini sedang marak digunakan dalam masyarakat. Penggunaan obat tradisional bukan hanya dikembangkan di Indonesia tapi sudah dikembangkan di negara-negara maju. Sehingga bahan alam merupakan salah satu sumber bahan baku obat yang perlu digali, diteliti dan dikembangkan(Gandjar,2007).

Untuk mencari sumber obat yang baru dari tumbuhan, para peneliti tidak terkecuali mahasiswa telah melakukan penelitian mengenai suatu tanaman yang belum pernah diteliti untuk mendapatkan komponen obat yang dapat digunakan untuk pengobatan. Komponen dari tumbuhan  tersebut kemudian diisolasi dan diidentifikasi komponen bahan aktifnya yang mengandung nilai terapeutik atau bahan berkhasiat.(Gandjar,2007)

Kromatografi digunakan sebagai untuk memisahkan substansi campuran menjadi komponen-komponennya, misalnya senyawa flavonoida yang terdapat pada tahu, tempe, bubuk isoflavon memiliki banyak manfaat. Beberapa kelabihan senyawa isoflavon yang potensial bagi kesehatan manusia, diantaranya adalah sebagai antioksidan, antitumor / antikanker, antikolestrol, antivirus, antialergi, dan dapat mencegah osteoporosis. Dan semua kromatografi bekerja berdasarkan metode kromatografi. Kromatografi telah didefinisikan terutama sebagai suatu proses pemisahan yang digunakan untuk pemisahan campuran yang pada hakekatnya molekuler. Kromatografi bergantung pada pembagian-ulang molekul-molekul campuran antara dua fase atau lebih. Tipe-tipe kromatografi mencakup kromatografi adsorbs, kromatografi partisi cairan, dan pertukaran ion. Sistem utama yang digunakan dalam kromatografi partisi adalah : partisi gas, partisi cairan yang menggunakan alas tak bergerak (misalnya kromatografi kolom), kromatografi kertas dan lapis tipis.  Analisis dengan menggunakan KLT dapat digunakan untuk mengidentifikasi simplisia yang kelompok kandungan kimianya sudah diketahui. Kelompok kandungan kimia seperti : alkaloid, antraglikosida, arbutin, glikosida jantung, zat pahit, flavonoid, saponin, minyak atsiri, kumarin, dan asam fenol karboksilat(Gandjar,2007).

Adapun perkembangan pesat dari beberapa jenis sistem kromatografi diantaranya adalah Kromatografi kertas, kromatografi lapisan tipis (Thin Layer Chromatography), kromatografi gas (Gas Chromatography), dan kromatografi cair kinerja tinggi (High Performance Liquid Chromatograp )(Gandjar,2007).

Pada kromatografi lapisan tipis, terdapat lapisan tipis (tebal 0.1-2 mm) yang terdiri atas bahan padat yang dilapiskan kepada permukaan penyangga datar (plat), yang biasanya terbuat dari kaca, tetapi dapat pula terbuat dari plat polimer atau logam. Lapisan yang melekat pada permukaan dengan bantuan bahan pengikat, biasanya kalsium sulfat dan kromatografi lapisan tipis dapat digunakan untuk keperluan yang luas dalam pemisahan-pemisahan(Gandjar,2007).

 

B.    Rumusan Masalah Praktikum

1. Bagaimana prinsip kerja kromatografi lapis tipis ( KLT )?

2. Bagaimana prosedur kerja kromatografi lapis tipis ( KLT )?

3. Memahami cara menghitung Rf

C.   Maksud Dan Tujuan Praktikum

  Maksud percobaan adalah untuk mengetahui metode penentuan kima  secara kromatografi lapis tipis.

  Tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk memahami prinsip dari Kromatografi lapis Tipis ( KLT ), mengetahui prosedur kerja Kromatografi Lapis Tipis ( KLT ) dan untuk memahami cara menghitung nilai Rf.

 

BAB II

 TINJAUAN PUSTAKA

A.   Dasar Teori

Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah salah satu metode pemisahan komponen menggunakan fasa diam berupa plat dengan lapisan bahan adsorben inert. KLT merupakan salah satu jenis kromatografi analitik. KLT sering digunakan untuk identifikasi awal, karena banyak keuntungan menggunakan KLT, di antaranya adalah sederhana dan murah. KLT termasuk dalam kategori kromatografi planar, selain kromatografi kertas. Kromatografi juga merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya. KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa – senyawa yang sifatnya hidrofobik seperti lipida– lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara kromatografi, dan isolasi senyawa murni skala kecil (Fessenden,2003).

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) adalah suatu teknik yang sederhana yang banyak digunakan, metode ini menggunakan  empeng kaca atau lembaran plastik yang ditutupi penyerap atau lapisan tipis dan kering. Untuk menotolkan karutan cuplikan pada kempeng kaca, pada dasarnya menggunakan mikro pipet atau pipa kapiler. Setelah itu, bagian bawah dari lempeng dicelup dalam larutan pengelusi di dalam wadah yang tertutup (Soebagio,2002).

Kromatografi lapis tipis merupakan cara pemisahan campuran senyawa menjadi senyawamurni dan mengetahui kuantitasnya yang menggunakan kromatografi juga merupakan analisis cepat yang memerlukan  bahan sangat sedikit, baik menyerap maupun merupakan cuplikan KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa yang sifatnya hidrofilik seperti lipid-lipid dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT juga dapat digunakan untuk mencari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara kromatografi dengan sifat kelarutan senyawa yang dianalisis. Bahan lapis tipis seperti silika gel adalah senyawa yang tidak bereaksi dengan pereaksi-pereaksi yang lebih reaktif seperti asam sulfat.(Fessenden, 2003)

Pertimbangan untuk pemilihan pelarut pengembang (aluen) umumnya sama dengan pemilihan eluen untuk kromatografi kolom. Dalam kromatografi adsorpsi, pengelusi eluen naik sejalan dengan pelarut (misalnya dari heksana ke aseton, ke alkohol, ke air). Eluen pengembang dapat berupa pelarut tunggal dan campuran pelarut dengan susunan tertentu. Pelarut-pelarut pengembang harus mempunyai kemurnian yang tiggi. Terdapatnya sejumlah air atau zat pengotor lainnya dapat menghasilkan kromatogram yang tidak diharapkan.

KLT merupakan contoh dari kromatografi adsorpsi. Fase diam berupa padatan dan fase geraknya dapat berupa cairan dan gas.  Zat terlarut yang diadsorpsi oleh permukaan partikel padat..( Soebagio,2002)

Prinsip KLT adalah adsorbsi dan partisi dimana adsorbsi adalah penyerapan pada pemukaan, sedangkan partisi adalah penyebaran atau kemampuan suatu zat yang ada dalam larutan untuk berpisah kedalam pelarut yang digunakan. Kecepatan gerak senyawa-senyawa ke atas pada lempengan tergantung pada (Soebagil,2002):

Bagaimana kelarutan senyawa dalam pelarut, hal ini bergantung pada bagaimana besar atraksi antara molekul-molekul senyawa dengan pelarut. Bagaimana senyawa melekat pada fase diam, misalnya gel silika. Hal ini tergantung pada bagaimana besar atraksi antara senyawa dengan gel silika. Kromatografi lapis tipis menggunakan plat tipis yang dilapisi dengan adsorben seperti silika gel, aluminium oksida (alumina) maupun selulosa. Adsorben tersebut berperan sebagai fasa diam Fasa gerak yang digunakan dalam KLT sering disebut dengan eluen. Pemilihan eluen didasarkan pada polaritas senyawa dan biasanya merupakan campuran beberapa cairan yang berbeda polaritas, sehingga didapatkan perbandingan tertentu. Eluen KLT dipilih dengan cara trial and error. Kepolaran eluen sangat berpengaruh terhadap Rf (faktor retensi) yang diperoleh (Gandjar,2007).

Derajat retensi pada kromatografi lempeng biasanya dinyatakan sebagai faktor resensi. Pada fase diam, jika dilihat mekanisme pemisahan, fase diam dikelompokkan (Gritter,1991).

Nilai Rf sangat karakterisitik untuk senyawa tertentu pada eluen tertentu. Hal tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya perbedaan senyawa dalam sampel. Senyawa yang mempunyai Rf lebih besar berarti mempunyai kepolaran yang rendah, begitu juga sebaliknya. Hal tersebut dikarenakan fasa diam bersifat polar. Senyawa yang lebih polar akan tertahan kuat pada fasa diam, sehingga menghasilkan nilai Rf yang rendah. Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Jika Rf terlalu tinggi, yang harus dilakukan adalah mengurangi kepolaran eluen, dan sebaliknya (Gandjar,2007).

 

B.   Uraian Bahan

1.    Aseton (Ditjen POM, FI IV. 1995 : 27)
Nama Resmi
                : ACETONIUM
Nama Lain
                   : Aseton
RM / BM
                       : CH3COCH3 / 58,08
Rumus molekul
           : CH3 – C – CH3O
Pemerian
                      : Cairan jenih tidak berwarna, bau khas, mudah

                                          terbakar. Penyimpanan : Dapat bercampur

                                          dengan air, etanol dan eter

Kegunaan                     : sampel untuk keton

2.    Kloroform (Dirjen POM, 1979)

Nama resmi                :  CHLOROFORM

Nama lain                   :  Kloroform

RM / BM                     :  CHCl3 / 119,38

Pemerian                    :  Cairan tidak berwarna, mudah menguap,

                                           bau khas, rasa manis dan membakar

Kelarutan                    :  Larut dalam lebih kurang 200 bagian air,

                                           mudah larut dalam etanol mutlak P, dalam

                                           eter P, dalam sebagian besar pelarut organik,

                                           dalam minyak atsiri dan dalam minyak lemak.

Penyimpanan             :  Dalam wadah tertutup baik

3.    Methanol ( Ditjen POM edisi III 1979 : 706)

Nama Resmi             : METANOL

Nama lain                  : Metanol

RM/BM                       : CH3OH/34,00

Rumus Struktur        : CH3-OH

Pemerian                   : Cairan tidak berwarna, gliserin, bau khas

Kelarutan                   : Dapat bercampur dengan air, membentuk cairan

                                      jernih   tidak berwarna

Penyimpanan           : Dalam wadah tertutup

Kegunaan                 : Sebagai pereaksi

4.    n-heksana (Ditjen POM edisi III 1979 : 283)

Nama resmi               : HEXAMINUM

Nama lain                  : Heksamina

RM/BM                       : C6H12N4 / 140,19

Pemerian                   : Hablur mengkilap, tidak berwarna atau serbuk

                                      hablur   putih, tidak berbau, rasa membakar an

                                      manis kemudian   agak pahit. Jika di panaskan

                                      dalam suhu ± 260⁰   menyublim.

Kelarutan                   : Larut dalam 1,5 bagian air, dalam 12,5 ml etanol

                                      (95 %)   P dan dalam lebih kurang 10 bagian

                                      kloroform P

Penyimpanan           : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan                 : Antiseptikum

 

C.   URAIAN SAMPEL

1.  Klasifikasi Tanaman Bambu (Bambu sp)

Devisi               : Spermatophyta

Subdivisi          : Angiospermae

Kelas                : Monocotiledonae

Ordo                  : Graminales

Famili                : Gramineae

Subfamili         : Bambusoideae

Genus              : Gigantochloa

Spesies            Bambu sp (Bl. Ex Schult.) Kurz (Berlin dan Estu, 1995).

 

2.  Karakteristik Tanaman Bambu

         Bambu tergolong keluarga Gramineae (rumput-rumputan) disebut juga Giant Grass (rumput raksasa), berumpun dan terdiri dari sejumlah batang (buluh) yang tumbuh secara bertahap, dari mulai rebung, batang muda dan sudah dewasa pada umur 3-4 tahun. Batang bambu berbentuk silindris, berbuku-buku, beruasruas berongga, berdinding keras, pada setiap buku terdapat mata tunas atau cabang (Otjo dan Atmadja, 2006).

 

BAB III   

ALAT, BAHAN DAN METODE KERJA

A.  Alat

1.  Chamber

2.  Cutter

3.  Mistar

4.  Pensil

5.  Pipa kapiler

6.  Vial

B.  Bahan

1.  Aseton

2.  Etil Asetat

3.  Heksan

4.  Kloroform

5.    Lempeng KLT

 

C.  Metode Kerja

1)  Dipotong lepeng KLT sesuai ukuran, umumnya adalah lebar plat yaitu 1 cm dan tinggi 7 cm

2)  Dibuat base line atau garis tepi bawah ( Umumnya 1 cm ) dan tepi atas ( Umumnya 0,5 cm )

3)  Dilarutkan sampel dengan pelarut yang sesuai kemudian dengan menggunakan pipa kapiler ditotolkan sampel tepat diatas garis tepi bawah

4)  Dibuat eluen yang sesuai dan ditempatkan di chamber kemudian chamber ditutup rapat

5)  Dimasukkan KLT pada chamber, kemudian diamati sampel dan dielusi sampai garis tepi atas.

6)  Diambil lempeng KLT lalu diamati pada penampak noda UV 254, 366 dan H2SO4.

 

 

BAB IV  

HASIL PENGAMATAN

Tabel Hasil Pengamatan

  1. Sampel Daun Alu-alu

Eluen : n-heksan-etil (7:3 dan 1:1)

Sampel

Noda

Eluen 7:3

Nilai Rf

Eluen 1:1

Nilai Rf

Daun Alu-Alu

1

1 cm

0,18 cm

1,1 cm

0,2 cm

2

1,7 cm

0,3 cm

2,8 cm

0,5 cm

3

2,4 cm

0,43 cm

3,7 cm

0,67 cm

4

3cm

0,54 cm

4,3 cm

0,78 cm

5

4 cm

0,71 cm

-

-

6

4,3 cm

0,78 cm

-

-

 

  1. Sampel Daun Alu-alu

Eluen : n-heksan-etil (7:3 dan 1:1)

Sampel

Noda

Eluen 7:3

Nilai Rf

Eluen 1:1

Nilai Rf

Daun Alu-Alu

1

0,8 cm

0,14 cm

0,6 cm

0,1 cm

2

2 cm

0,36 cm

2,6 cm

0,25 cm

3

3,5 cm

0,63 cm

-

-


  1. Sampel Batang Bambu

Eluen : n-heksan-etil (7:3 dan 1:1)

Sampel

Noda

Eluen 7:3

Nilai Rf

Eluen 1:1

Nilai Rf

Daun Alu-ALu

1

1,2 cm

0,21 cm

0,9 cm

0,16 cm

2

2 cm

0,36 cm

1,4 cm

0,25

 

  1. Saspel Batang Alu-alu

Eluen : n-heksan : klorofrom (3:7 dan 1:1)

Sampel

Noda

Eluen 7:3

Nilai Rf

Eluen 1:1

Nilai Rf

Batang Alu-Alu

1

0,06 cm

0,01 cm

-

-

2

0,2 cm

0,03 cm

-

-

3

0,8 cm

0,14 cm

-

-

4

0,88 cm

0,16 cm

-

-

 

Perhitungan :

1.    perhitungan eluen n-heksan : etil (7:3)

                 

           

·         eluen n-heksan : etil (1:1)

 

 

·         eluen n-heksan : kloroform (7:3)

·         eluen n-heksan : kloroform (1:1)

2. Perhitungan nilai RF

a)    kelompok 1 ( Daun Alu-alu )

·         eluen n-heksan etil (7:3 dan 1:1)

Perbandingan 7:3

- noda 1 =

- noda 2 =

- noda 3 =

- noda 4 =

- noda 5 =  

- noda 6 =

Perbandingan 1:1

- noda 1 =

- noda 2 =

- noda 3 =

- noda 4 =

b)    kelompok 2 ( Daun alu-alu )

Perbandingan 7:3

- noda 1 =

- noda 2 =

- noda 2 =

Perbandingan 1:1

- noda 1 =

- noda 2 =

c)    kelompok 3 ( Batang bambu )

        Perbandingan 7:3

- noda 1 =

- noda 2 =

        Perabndingan 1:1

- noda 1 =

- noda 2 =

d)    kelompok 4 ( Batang alu-alu )

        Perbandingan 7:1

- noda 1 =

- noda 2 =

- noda 3 =

- noda 4 =

 

BAB V

PEMBAHASAN

                           Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu. Pada kromatografi, komponen-komponennya akan dipisahkan antara dua buah fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam akan menahan komponen campuran sedangkan fase gerak akan melarutkan zat komponen campuran. Komponen yang mudah tertahan pada fase diam akan tertinggal. Sedangkan komponen yang mudah larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat.

       Prinsip kerjanya memisahkan sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang digunakan. Teknik ini biasanya menggunakan fase diam dari bentuk plat silika dan fase geraknya disesuaikan dengan jenis sampel yang ingin dipisahkan. Larutan atau campuran larutan yang digunakan dinamakan eluen. Semakin dekat kepolaran antara sampel dengan eluen maka sampel akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut. Fase diam (adsorben) contohnya silika gel (asam silikat), alumina (aluminium oksida), kieslguhr (diatomeous earth), dan selulosa. Dari keempat jenis adsorben tersebut, yang paling banyak dipakai ialah silika gel dan masing-masing terdiri dari beberapa jenis yang mempunyai nama perdagangan bermacam-macam. Silika gel ini menghasilkan perbedaan dalam efek pemisahan yang tergantung kepada cara pembuatannya. Selain itu harus diingat bahwa penyerap yang berpengaruh nyata terhadap daya pemisahnya.

Tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk memahami prinsip dari Kromatografi lapis Tipis (KLT), mengetahui prosedur kerja Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan untuk memahami cara menghitung nilai Rf.

Pada praktikum kali ini digunakan sampel yaitu batang alu – alu, daun alu – alu, dan batang bambu serta dilakukan beberapa perlakuan antara lain yang pertama yaitu membuat eluen dengan dua perbandingan yaitu eluen N – heksan dan eluen etil dengan perbandingan 7 : 3 dan 1 : 1, setelah itu dimasukkan kedalam chamber, kemudian lempeng yang akan digunakan dipotong dan dibuat batas atas dan batas bawah, ukuran batas atas pada lempeng yaitu 0,5 cm dan batas bawah 1 cm. Sampel batang bamboo yang telah diekstrak dan didapatkan ekstrak kentalnya dilarutkan kedalam etanol 96% lalu dimasukkan kedalam vial yang telah disediakan, ukuran lempeng yang digunakan pada praktikum kali ini panjangnya 7 cm dan lebarnya yaitu 1 cm.

Sampel yang telah dilarutkan ditotolkan pada lempeng KLT dengan menggunakan pipa kapiler, lempeng kemudian diangin–anginkan selanjutnya lempeng dimasukkan kedalam chamber, dimana lempeng pertama dimasukkan kedalam eluen dengan perbandingan 1 : 1 dan lempeng kedua dimasukkan kedalam chamber yang berisi eluen dengan perbandingan 7 : 3 kemudian lempeng KLT yang berada dalam chamber dibiarkan terelusi oleh eluen hingga tanda batas atas lempeng. Bila lempeng KLT telah terelusi sempurna selanjutnya akan dikeringkan. Perlakuan selanjutnya adalah visualisasi yaitu noda pada lempeng KLT diamati dibawah lampu UV 254 dan 366 nm, setelah dilakukan tahap visualisasi selanjutnya noda yang telah terpisah diukur nilai Rf nya masing – masing.

Pada percobaan dengan sampel ekstrak daun alu – alu dengan eluen N – heksan : Etil dengan perbandingan 7 : 1 pada UV 366 nm, noda pertama = 1 cm dengan nilai Rf 0,8 cm, noda kedua = 1,7 cm dengan nilai Rf 0,13 cm, noda ketiga = 2,4 cm dengan nilai Rf 0,43 cm, noda keempat = 3 cm dengan nilai Rf 0,54 cm, noda kelima = 4 cm dengan nilai Rf 0,72 cm dan noda terakhir = 4,3 cm dengan nilai Rf 0,78 cm. Pada perbandingan 1 : 1, noda pertama = 1 cm dengan nilai Rf 0,2 cm, noda kedua = 2,5 cm dengan nilai Rf 0,5 cm, noda ketiga = 3,7 cm dengan nilai Rf 0,67 cm dan pada noda keempat yaitu 4,3 cm dengan nilai Rf 0,78 cm.

Pada ekstrak daun alu – alu dengan eluen N – heksan : Kloroform dengan perbandingan 7 : 1 pada UV 366 nm didapatkan sebanyak tiga noda yaitu pada noda pertama = 0,5 cm dengan nilai Rf 0,04 cm, noda kedua = 2 cm dengan nilai Rf 0,36 cm dan noda ketiga = 3,5 cm dengan nilai Rf 0,63 cm. sedangkan pada perbandingan 1 : 1 didapatkan hasil sebanyak dua noda yaitu noda pertama = 0,6 cm dengan nilai Rf 0,1 cm dan noda kedua = 2,6 cm dengan nilai Rf 0,47 cm

Pada ekstrak batang bamboo dengan penampakan noda pada UV 366 cm dengan perbandingan 7 : 1 didapatkan sebanyak dua noda yaitu pada noda pertama = 0,1 cm dengan nilai Rf 0,25 cm dan pada noda kedua = 0,3 cm dengan nilai Rf = 0,36 cm. sedangkan pada perbandingan 1 : 1 didapatkan pula sebanyak tiga noda dimana noda pertama = 0,2 cm dengan nilai Rf = 0,16 dan noda kedua = 0,3 cm dengan nilai Rf = 0,25 cm.

Pada ekstrak batang alu – alu dengan menggunakan penampakan noda UV 366 nmdengan perbandingan eluen yaitu 3 : 7 didapatkan sebanyak empat noda yaitu pada noda pertama = 0,08 cm dengan nilai Rf = 0,01 cm, noda kedua = 0,2 cm dengan nilai Rf = 0,03 cm, noda ketiga = 0,8 cm dengan nilai Rf = 0,14 cm dan noda yang terakhir = 0,55 cm dengan nilai Rf = 0,16 cm.

Dari hasil percobaan yang telah dilakukan pada sampel batang bamboo, batang alu – alu dan daun alu – alu didapatkan hasil rata – rata antara 0,2 cm sampai 0,5 cm.   

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A.    Kesimpulan

  1. Nilai Rf pada sampel daun alu – alu, batang bamboo dan batang alu – alu dari hasil perhitungan didapatkan nilai yang tidak jauh berbeda yaitu sekitar 0,1 sampai 0,8. Hasil ini menunjukkan bahwa nilai Rf yang diperoleh sudah baik.
  2. Dari nilai rata – rata yang diperoleh nodanya didapat yaitu 0,1 sampai 0,7 yang terdapat pada daun alu – alu, batang bambu dan batang alu – alu.

B.    Saran

Sebaiknya asisten penanggung jawab praktikum lebih mengawasi praktikan saat pengamatan agar tidak terjadi kesalahan, serta diharapkan alat dan bahan didalam laboratorium lebih dilengkapi agar menunjang saat dilakukan percobaan.

 

DAFTAR PUSTAKA

Fessenden R.J dan J.S Fessenden., 2003, Dasar-dasar kimia organik. Jakarta, Erlangga

Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman., 2007,Kimia Farmasi  Analisis, pustaka pelajar, yogyakarta

Gritter, R, J., 1991, Pengantar Kromatografi Edisi II, Institut Teknologi Bandung, Bandung

Soebagio., 2002, Kimia Analitik, Universitas Negeri Makassar Fakultas MIPA, Makassar.

Related Posts

Posting Komentar

Subscribe Our Newsletter