-->

UJI AKTIVITAS FRAKSI n-HEKSAN, ETIL ASETAT DAN AIR KULIT BATANG LANGIR(Albizia saponaria Lour) SEBAGAI ANTI KETOMBE TERHADAP JAMUR (Malassezia furfur)

Posting Komentar

 

SKRIPSI

UJI AKTIVITAS  FRAKSI n-HEKSAN, ETIL  ASETAT  DAN AIR  KULIT BATANG LANGIR(Albizia saponaria Lour) SEBAGAI ANTI KETOMBE TERHADAP JAMUR  (Malassezia furfur)

 



DWI CAHYO ISWANTORO

F201601069

 

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat

Untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

 

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS MANDALA WALUYA

KENDARI

2021


ABSTRAK

Universitas Mandala Waluya Kendari

Program Studi S1 Farmasi

Skripsi,   Januari 2021

 

DWI CAHYO ISWANTORO  (F.2016.010.69)

UJI AKTIVITAS  FRAKSI n-HEKSAN, ETIL  ASETAT  DAN AIR  KULIT BATANG LANGIR(Albizia saponaria Lour) SEBAGAI ANTI KETOMBE TERHADAP JAMUR  (Malassezia furfur)

 

PEMBIMBING I      : apt. Himaniarwati S.Si.M.,Si

PEMBIMBING II     : apt.Citra Dewi, S.Farm.,M.Farm.

 

(vii + 72 Halaman + 6 Gambar + 16 Tabel +  13 Lampiran)

 

Ketombe merupakan penyakit pada kulit kepala yang sering dialami oleh banyak orang. Efek yang ditimbulkan berupa gatal-gatal bahkan peradangan, sehingga dapat mengganggu konsentrasi saat melakukan aktivitas. Berdasarkan kajian literatur yang telah dilakukan bahwa, tanaman lagir (Albizia saponaria Lour) belum memiliki data ilmiah yang membuktikan adanya senyawa metabolit sekunder yang memiliki aktivitas sebagai antiketombe, akan tetapi beberapa penelitian sebelumnya mengatakan genus albizia seperti Albizia saman mengandung metabolit sekunder, flavonoid, tanin, steroid, saponin, terpenoid. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui uji aktivitas  fraksi n-heksan, etil  asetat  dan air  kulit batang langir(albizia saponaria lour) sebagai anti ketombe terhadap jamur  (malassezia furfur)

            Penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorium. sampel diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 96%,  kemudian hasil dari ekstraksi difraksinasi dengan metode ekstraksi cair-cair, menggunakan 3 pelarut. selanjutnya 3 fraksi yaitu fraksi n-heksan dengan konsentrasi 8%, etil asetat 16% dan air 32% diuji aktivitasnya  sebagai antiketombe, dengan kontrol positif ketokonazol 1%, dan kontrol negative DMSO pada jamur Malassezia furfur dengan 3 kali replikasi. Analisis data dilakukan dengan menggunakan One-Way ANOVA

   Hasil penelitian menunjukan bahwa fraksi n-heksan, fraksi etil asetat, dan fraksi air kulit batang langir (albizia saponaria lour) mempunyai aktivitas sebagai antiketombe dengan nilai signifikan (0,000 < 0,05), dengan aktivitas paling baik ditunjukan pada fraksi air pada konsentrasi 32%.

Kata Kunci   :fraksi, kulit batang langir, antiketombe

Daftar Pustaka : 25 (2006 – 2019)



BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Indonesia yang beriklim tropis memungkinkan tumbuhnya berbagai jamur termasuk jamur patogen sehingga infeksi jamur memiliki prevalensi tinggi Penyakit infeksi jamur dengan prevalensi tinggi antara lain ketombe (Suwendar dkk., 2019). Masalah yang masih merupakan penyebab kepercayaan diri seseorang berkurang dalam beraktivitas ialah rambut berketombe (Mahataranti dkk., 2012).

Ketombe merupakan penyakit pada kulit kepala yang sering dialami oleh banyak orang. Ketombe berupa pengelupasan sel kulit mati pada kulit kepala secara berlebihan. Efek yang ditimbulkan berupa gatal-gatal bahkan peradangan, sehingga dapat mengganggu konsentrasi saat melakukan aktivitas (Wilujeng dkk., 2019).  Ketombe dapat terjadi pada semua ras, seks dan usia (Sinaga, 2012). Jamur penyebab ketombe adalah Malassezia furfur salah satu spesiesnya adalah Pityrosporum ovale. Jamur ini sebenarnya merupakan flora normal yang ada di kepala, akan tetapi berbagai keadaan seperti suhu, kelembapan, kadar minyak yang tinggi, dan penurunan imunitas tubuh dapat memicu pertumbuhan jamur Malassezia furfur (Evi Maryanti, dkk., 2014)

Pengobatan ketombe sudah banyak mendapat perhatian. Hal ini terbukti dengan tersedianya macam-macam kosmetik modern di pasaran. Kosmetik anti ketombe ini di kemas dalam berbagai bentuk, seperti: shampo, cream dan lotion. Pada umumnya penderita ketombe mencari pengobatan sendiri, terutama dengan membeli shampoo anti ketombe. Hal ini dianggap paling mudah dan murah. Namun kenyataannya kosmetik anti ketombe hanya mampu mengontrol ketombe tetapi tidak menyembuhkan. Selain itu kosmetik yang dikemas secara modern terlalu banyak mengandalkan khasiat bahan kimia, yang memungkinkan terjadinya efek samping. (BPOM: 2009). Untuk mengurangi efek samping tersebut, cara alternatif yang dapat dipilih adalah dengan menggunakan bahan alami yang berasal dari alam (Aprilia, 2017). Salah satu caranya dengan memanfaatkan tumbuhan tertentu yang dianggap memiliki senyawa-senyawa aktif atau metabolit sekunder yang dapat meningkatkan pertumbuhan rambut baik yang terkandung di dalam biji, daun, batang, kulit batang dan akar tumbuhan (Anggraeni, 2017). Secara empiris masyarakat masyarakat di  Desa Duduria Kecamatan Ranometo Kabupaten  Konawe Selatan, telah  menggunakan tumbuhan langir (Albizia saponaria Lour) sebagai antiketombe, terutama yang sering di gunakkan yaitu kulit batangnya yang diekstrak dengan air hingga mengeluarkan busa yang kemudian ekstrak air dari kulit batang langir tersebut di gunakan oleh masyarakat untuk keramas atau  sebagai pencuci rambut yang dapat mengatasi ketombe.

Berdasarkan kajian literatur yang telah dilakukan bahwa, tanaman lagir (Albizia saponaria Lour) belum memiliki data ilmiah yang membuktikan adanya senyawa metabolit sekunder yang memiliki aktivitas sebagai antiketombe, akan tetapi beberapa penelitian sebelumnya mengatakan genus albizia seperti Albizia saman mengandung metabolit sekunder, flavonoid, tanin, steroid, saponin, terpenoid (Suteja dkk, 2016)  

Berdasarkan studi literatur dan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul uji aktivitas fraksi n-heksan, etil asetat dan air dari kulit batang langir (Albizia saponaria Lour). Pada penelitian ini peneliti menggunakan fraksi, alasan dalam penggunaan fraksi adalah karena ekstrak awal masih merupakkan campuran dari berbagai senyawa. Oleh karena itu, ekstrak awal perlu dipisahkan menjadi ke dalam fraksi yang memiliki polaritas yang sama dengan senyawa target (Mukhriani, 2014).

B.     Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian adalah:

1.  Apakah fraksi n-heksan, etil setat dan air dari kulit batang langir (Albizia saponaria Lour) memiliki aktivitas sebagai antiketombe terhadap jamur Malassezia furfur?

2.  Pada fraksi manakah di antara fraksi n-heksan, etil setat dan air dari kulit batang langir (Albizia saponaria Lour) yang memiliki aktivitas paling baik sebagai antiketombe terhadap jamur Malassezia furfur?

C.    Tujuan Penelitian

1.  Untuk mengetahui aktivitas fraksi n-heksan, etil setat dan air dari kulit batang langir (Albizia Saponaria Lour) sebagai antiketombe terhadap jamur Malassezia furfur.

2.  Untuk mengetahui fraksi yang mana di antara fraksi n-heksan, etil setat dan air dari kulit batang langir (Albizia saponaria Lour) yang memiliki aktivitas paling baik sebagai antiketombe terhadap jamur Malassezia furfur.

D.    Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1.  Manfaat Teoritis

Dapat memberikan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai manfaat kulit batang langir (Albizia Saponaria Lour) Sebagai Anti Ketombe Terhadap Jamur (Malasezia Furfur)

2.  Manfaat Institusi

Dapat mewujudkan peran Universitas Mandala Waluya Kendari dalam mengkaji permasalahan yang terjadi di masyarakat terkait tanaman obat lokal.

3.  Manfaat Praktis

Dapat menambah pengetahuan dan keahlian dalam pengujian kulit batang langir (Albizia Saponaria Lour) Sebagai Anti Ketombe Terhadap Jamur  (Malasezia Furfur)

E.     Kebaruan Penelitian

Berdasarkan kajian literatur, penelitian tentang uji aktivitas fraksi n-heksan, etil asetat dan air   kulit batang langir (Albizia Saponaria Lour) Sebagai Anti Ketombe Terhadap Jamur (Malasezia furfur) belum pernah dilakukan sebelumnya.

 

Tabel 1. Kebaruan penelitian

No

Peneliti

Judul

Persamaan

Perbedaan

1.

 Suteja, dkk. (2016)

Identifikasi dan Uji Aktivitas Senyawa Flavonoid Dari Ekstrak
Daun Trembesi (Albizia Saman (Jacq.) Merr) Sebagai Antibakteri Escherichia Coli

Menggunakan pengujian yang sama

Sampel yang berbeda yaitu daun trembesi (Albizia Saman (Jacq.) Merr)

2.

Malonda, dkk. (2017)

Formulasi Sediaan Sampo Antiketombe Ekstrak Daun
Pacar Air (Impatiens Balsamina L.) Dan Uji Aktivitasnya
Terhadap Jamur Candida Albicans Atcc 10231 Secara In Vitro

Menggunakan pengujian yang sama

Sampel yang berbeda yaitu daun pacar air (Impatiens Balsamina L.)

3.

Halilah, dkk

(2017)

Standarisasi ekstrak daun nona makan sirih (celerodendrum x speciosum dombrain)

Menggunakan pengujian yang sama dan metode ekstraksi yang sama

Sampel yang berbeda yaitu daun nona makan sirih(clerodendrum x speciosum dombrain)

4.

Simanjuntak, dkk (2019)

Uji Aktivittas Antifungi Ekstrak Etanol Umbi Bawang Merah

(Allium Cepa L.) Terhadap Candida Albicans Dan Pityrosporum Ovale

Menggunakan pengujian yang sama

Sampel yang berbeda yaitu umbi bawang merah (Allium Cepa L.)

 



BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.    Tinjauan Umum Variabel Terikat

1.  Uraian Jamur (Malasezia furfur)

Malassezia furfur adalah spesies tunggal yang menyebabkan penyakit  (Panu). Jamur ini menyerang stratum korneum dari epidermis kulit biasanya diderita oleh seseorang yang sudah mulai banyak beraktifitas dan mengeluarkan keringat. Jamur Malassezia furfur sangat mudah menginfeksi kulit orang yang selalu terkontaminasi dengan air dalam waktu yang lama dandisertai dengan kurangnya kesadaran akan kebersihan diri dan lingkungan disekitar. Pityriasis versicolor merupakan infeksi jamur di permukaan kulit. Definisi medisnya adalah infeksi jamur superfisial yang ditandai dengan adanya makula di kulit, skuama halus, dan disertai rasa gatal.( hayati,dkk.2014 ).    

Gambar 1. Jamur Ketombe (Malasezia furfur) (Weiss, 2000)

a.       Klasifikasi

Kerajaan                 : Fungi

Divisio                    : Basidiomycota

Kelas                       : Hymenomycetes

Ordo                       : Tremellales

Familia                   : Filobasidiaceae

Genus                     : Malassezia

Spesies                    : Malassezia furfur

B.     Morfologi Jamur

Secara mikroskopik malassezia furfur tersusun atas spora dan miselium. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan jamur malassezia furfur adalah faktor patogen endogen maupun eksogen. Faktor endogen dapat disebabkan oleh difisiensi sistem umum sedangkan pada faktor eksogen terjadi karena perubahan temperatur, kelembaban udara dan keringat (Djuanda,2010).

Jamur Malassezia furfur erupakan ragi yang bersifat lipofilik dan sebagian besar spesies ini sangat membutuhkan lipid untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya. pada jamur ini ditemukan pula adanya hifa pendek tak bercabang. (Jawetz, 2008).

C.    Tinjauan Umum Variabel Bebas

1.   Uraian Tumbuhan Langir (Albizia saponaria Lour)

Tumbuhan Albizia termasuk dalam famili Fabaceae atau Leguminosae mempunyai sekitar 150 spesies yang tersebar luas di daerah tropis1,2 seperti di Asia (China, India, Indonesia, Filipina, dan Malaysia ), Afrika ( Etiopia dan Tanzania ), Australia, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. Genus Albizidi Indonesia teridentifikasi berjumlah 18 spesies dan salah satu di antaranya adalah A. saponaria. Tumbuhan A. saponaria merupakan salah satu tumbuhan yang langka dan sudah jarang ditemui di Indonesia (Emma J. Pongoh dkk.,2007 ).                                   

a.  Klasifikasi

Kingdom    : plantae

Sub kelas    : Asteridae

Ordo            : Fabales

Family         : Fabaceae

Genus         : Albizia

Spesies         : ( Albizia Saponaria Lour)

b.      Morfologi

Perdu atau pohon kecil, tinggi 5–10 m, berbatang lurus dan rata. Daun-daun majemuk menyirip berganda, dengan 2 pasang sirip, pasangan sirip yang ujung lebih besar daripada pasangan di pangkal; tulang daun utama 5–14,5 cm, berambut rapat, dengan kelenjar dekat pangkal tangkai daun. Anak daun 2-3 pasang per sirip, bundar telur hingga jorong, 3,5–12 × 2,5–7 cm, berujung tumpul atau tiba-tiba meruncing. Perbungaan berkumpul dalam malai terminal, yang tersusun dari bongkol-bongkol bunga, malai berukuran 15–33 × 9–20 cm, porosnya berambut sikat pendek dan rapat. Bongkol berdiameter 1–2 cm, berisi 6–12 bunga berwarna putih; kelopak bunga tinggi 2 mm, bergigi 0,3–0,6 mm; mahkota 3–4 mm, bertaju lk 1,5 mm; benang sari 12–15 mm. Buah polong pipih panjang, 7–18 cm × 2,5–3,2 cm, cokelat, tepinya menebal, berbiji 5–12. Biji pipih, jorong, 6 × 3 mm, cokelat gelap.

Gambar 2. Tumbuhan Langir (Albizia saponaria Lour)

( Sumber : Dokumen pribadi 2019 )

c.       Kandungan Kimia

        Pada penelitian sebelumnya mengatakan genus albizia memiliki jenis metabolit sekunder yang berbeda seperti saponin triterpen, alkaloid, tanin, dan flavonoid. Pada studi lain juga mengatakan bahwa genus Albizia mengandung antioksidan yang tinggi (Rastuti dkk.,2012).

d.      Manfaat

        Daun dari tumbuhan langir dapat digunakan sebagai obat tradisional antara lain obat diare, demam, sakit perut, dan sakit kepala ( Staples dan Elevitch 2006 ).

2.    Uraian Obat Ketokonazole

Ketokonazol merupakan salah satu antimikotik golongan azol yang sering digunakan dalam pengobatan pitiriasis versikolor.  Cara  kerja  dari  ketokonazol  adalah  dengan  menghambat  sintesis  ergosterol  dan membuat  integritas  membran  sel  jamur  terganggu. Ketokonazol dalam pengobatan  pitiriasis  versicolor terdapat dalam sediaan topikal maupun oral. Ketokonazol topikal untuk perawatan pitiriasis versikolor adalah pada konsentrasi 1%.

 

3.    Tinjauan Ekstraksi

  1. Definisi Ekstraksi

     Ekstraksi yaitu penarikan zat pokok yang diinginkan dari bahan mentah obat dengan menggunakan pelarut yang dipilih dimana zat yang diinginkan akan larut. Ekstrak merupakan sediaan sari pekat tumbuh-tumbuhan yang diperoleh dengan cara melepaskan zat aktif dari masing-masing bahan obat, menggunakan menstrum yang cocok, uapkan semua atau hampir semua dari pelarutnya dan sisa endapan atau serbuk diatur untuk ditetapkan standarnya (Hanani, 2016).

4.    Metode Ekstraksi

Proses ekstraksi sendiri dikelompokkan menjadi 2 metode yaitu cara panas dan cara dingin (Hanani, 2016).

a.       Cara Dingin

Metode ekstraksi dengan cara dingin merupakan metode penarikan zat aktif dari suatu simplisia pada temperatur ruangan. Beberapa metode ekstraksi cara dingin diantaranya:

1.  Maserasi

Proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperature ruangan disebut maserasi (Hanani, 2016).

2.  Perkolasi

Ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperature ruangan disebut perkolasi. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus-menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan (Hanani, 2016).

b.      Cara Panas

Metode ekstraksi dengan carapanas merupakan metode penarikan zat aktif dari suatu simplisia dengan menggunakan pemanasan atau pada temperatur tinggi. Beberapa metode ekstraksi carapanas diantaranya:

1.  Refluks

     Ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik disebut refluks. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna (Hanani, 2016).

2.  Soxhlet

     Ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendinginan balik disebut soxhlet (Hanani, 2016).

3.  Digesti

     Maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruang, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50oC disebut digesti (Hanani, 2016).

4.  Infusa

     Ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infusa tercelup dalam penangan air mendidih, temperatur terukur 96-98oC) selama waktu tertentu (15-20 menit) disebut infus (Hanani, 2016).

5.  Dekokta

Infusa pada waktu yang lebih lama (≥ 30oC) dan temperatur sampai titik didih air disebut dekok. Metode ini digunakan untuk mengekstraksi senyawa yang larut air dan stabil pada pemanasan (Hanani, 2016).

5.  Tinjauan Fraksinasi

          Fraksinasi merupakan antara zat cair dengan cair. Fraksinasi dilakukan secara bertingkat berdasarkan tingkat kepolarannya yaitu dari non polar, semi polar dan polar. Senyawa yang memiliki sifat non polar akan larut dalam pelarut semi polar dan yang bersifat polar akan larut kedalam pelarut polar ( Harbone, 1987). Fraksinasi ini umumnya dilakukan dengan menggunakan metode corong pisahatau kromatografi kolom, corong pisah merupakan peralatan laboratorium yang digunakan untuk memisahkan komponen-komponen dalam campuran antara dua fase pelarut yang memiliki masa jenis berbeda yang tidak bercampur (Hasnawati, 2012).

          Ekstrak yang telah dilarutkan kedalam pelarut yang sesuai nantinya akan dimasukan kedalam corong pisah dan dicampur dengan pelarut berdasarkan tingkat kepolaranya setelah itu corong pisah di kocok. Setelah dikocok akan terbentuk dua lapisan seperti pada pelarut yang memiliki massa jenis lebih tinggi akan berada di lapisan bawah, dan yang memiliki massa jenis lebih kecil akan berada di lapisan atas. Senyawa yang terkandung dalam ekstrak nantinya akan terpisah sesuai dengan tingkat kepolaranya pelarut yang digunakan. Senyawa akan tertarik oleh pelarut yang tingkat kepolaranya sama dengan senyawa tersebut (Haznawati, 2012).

Macam-macam proses fraksinasi (Haznawati, 2012)

a.       Proses fraksinasi kering ( Winterization )

Fraksinasi kering adalah suatu proses fraksinasi yang didasarkan pada berat molekul dan komposisi dari suatu material. Proses ini lebih murah dibandingkan dengan proses yang lain, namun hasil-hasil kemurnian fraksinasinya rendah.

b.      Proses fraksinasi basah (We Fraktination)

Fraksinasi basah adalah suatu proses fraksinasi dengan menggunakan zat  pembasah (wetting agent) atau disebut juga proses hidropilization atau detergen proses. Hasil fraksinasi dari proses ini sama dengan fraksinasi kering.

c.       Proses fraksinasi dengan menggunakan solvent  pelarut)

Fraksinasi ini adalah suatu proses dengan menggunakan pelarut dimana pelarut yang digunakan adalah aseton. Proses fraksinasi ini lebih mahal di bandingkan dengan proses fraksinasi lainnya karena menggunakan bahan pelarut.

d.      Proses fraksinasi dengan pengembunan ( Fractional Condentation ) 

Proses fraksinasi ini merupakan suatu proses fraksinasi yang di dasarkan pada titik didih dari suatu zat/bahan sehingga di hasilkan suatu produk dengan kemurnian yang tinggi. Fraksinasi pengembunan ini membutuhkan biaya yang cukup tinggi namun proses produksi lebih cepat dan kemurniannya lebih tinggi.

D.    Uji Aktivitas Antiketombe dan Kategori Diameter Zona Hambat

Aktivitas antijamur dapat ditunjukkan pada kondisi yang sesuai dengan efek daya hambatnya terhadap jamur malassezia furfur, Ada dua metode umum yang dapat digunakan yaitu metode difusi dan metode dilusi.

1.       Metode difusi untuk menentukan aktivitas agen antijamur. Piringan yang berisi agen antijamur diletakkan pada media agar yang telah ditanami jamur yang akan berdifusi pada media agar tersebut. Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan jamur oleh agen antijamur pada permukaan media agar.

2.       Metode dilusi terdiri menjadi dua tahap. Tahap awal disebut metode dilusi cair/broth dilution test. Metode ini mengukur MIC (minimum inhibitoryconcentration atau kadar hambat minimum (KHM) dan MBC (minimum bactericidal concentration atau kadar bunuh minimum (KBM). Cara yang dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran agen antijamur pada medium cair yang ditambahkan dengan jamur uji. Larutan uji agen antijamur pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan jamur uji ditetapkan sebagai KHM. Larutan yang ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan jamur uji ataupun agen antijamur dan diinkubasi selama 18-24 jam. Media cair yang tetap terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai KBM. Tahap selajutnya disebut metode dilusi padat/solid dilution test. Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan media padat (solid). Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi agen jamur yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa jamur uji (Pratiwi, 2008).

Tabel 2.Kategori Diameter Zona Hambat ( Sudrajat dan Ruga, 2012).

≤ 5 mm

Lemah

5-10 mm

Sedang

11-20 mm

Kuat

> 21

Sangat kuat

 

Pengukuran zona hambat dilakukan dengan menggunakan 2 garis yang saling tegak lurus melalui titik pusat pelubang, sedangkan garis yang ketiga diambil diantara 2 garis tersebut, yaitu dengan membentuk garis dengan sudut 45. Pengukuran dilakukan 3 kali pada tempat yang berbeda (Harsini, 2009).

 

 

 

 

 


Gambar 3. Diagram plat agar yang dibagi menjadi 5 bagian

Pembacaan didasari pada ukuram zona inhibisi yang mengelilingi setiap cakram. Zona-zona tersebut dihitung dalam milimeter (mm), dan perbedaan ukuran walaupun hanya 2 hingga 3 mm dapat berarti berbeda untuk menjelaskan organisme rentan ata sensitif terhadap obat, atau menjadi resisten, yang mengindikasikan bahwa obat menjadi tidak efektif (Pollack, 2004)

E.     Kajian Empiris

    Secara empiris masyarakat masyarakat di Desa Duduria Kecamatan Ranomeeto Kabupaten Konawe Selatan, telah menggunakan tumbuhan langir (Albizia saponaria Lour) untuk mengobati ketombe, bagian tanaman yang digunakan yaitu kulit batangnya yang diekstrak dengan air hingga megeluarkan busa kemudian ekstrak air dari kulit batang langir tersebut dugunakan oleh masyarakat untuk keramas atau sebagai pencuci rambut yang dapat mengatasi ketombe.

 

F.     Terbentuknya Ketombe

Terdapat beberapa urutan patofisiologi terjadinya ketombe (Schwartz,2013)

1.  Infiltrasi Malassezia furfur. pada stratum korneum epidermis

Malassezia furfur adalah yeast komensal pada daerah kaya sebum. Malassezia furfur.dapat menginfiltrasi stratum korneum dari epidermis. Malassezia furfur akan memecah komponen sebum (Trigliserida menjadi asam lemak yang tersaturasi spesifik dan asam lemak yang tidak tersaturasi spesifik) dimana hal tersebut akan menimbulkan gejala inflamasi dan sisik yang merupakan rangkaian patofisiologi Malassezia furfur berikutnya

2.  Inisiasi dan perkembangan proses inflamasi

Pada tahap ini , akan timbul gejala berupa eritema, gatal, panas, rasa terbakar, teranggunya kualitas dari rambut.Pada proses ini, gejala yang timbul tergantung dari tingkatan keparahan dari dermatitis seboroik.Dimana ketombe merupakan tingkatan dermatitis seboroik yang paling rendah, dimana biasanya tidak sampai ditemukan tanda-tanda inflamasi seperti pada dermatitis seboroik atau biasanya tanda inflamasi yang didapati hanya berupa eritema. Inisisasi dari proses inflamasi diakibatkan oleh teraktifasinya mediator inflamasi karena infiltrasi dari Malassezia furfur. pada stratum korneum.Sitokin yang teraktifasi adalah : Interleukin-1α, Interleukin-1ra, Interleukin-8, TumorNecrosis Factor -α, dan Interferon γ dan juga pengeluaran histamin.Sehingga mengakibatkan tanda-tanda yang lebih dominan pada gejala ketombe adalah sisik tipis dan gatal.

3.  Proses kerusakan, proliferasi, dan diferensiasi pada epidermis

Setelah Malassezia furfur memicu pengeluaran mediator inflamasi, mulai terjadi proliferasi dan diferensiasi serta kerusakan yang lebih parah dari sebelumnya pada kulit kepala .Ketika Malassezia furfur. berkembang terjadi pemecahan trigliserida yang menimbulkan iritasi dan hiperproliferasi epidermis. Akibatnya, keratinosit yang terbentuk menjadi tidak matang dengan jumlah nukleus yang lebih banyak. Nukleus yang jumlahnya lebih banyak akan mengalami retensi pada stratum korneum. Hiperproliferasi dari epidermis menyebabkan adanya gambaran sisik pada kulit kepala atau dengan bentul bergelung seperti debu disebut ketombe.

4.  Kerusakan barrier epidermis secara fungsional dan struktural

Kerusakan barrier pada epidermis dapat menyebabkan Transpidermal water loss yang dapat menimbulkan rasa kering pada kulit kepala.Peryataan ini amat bertolak belakang, karena pada keadaan dermatitis seboroik biasanya kulit kepala terasa lembab. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ketombe dapat terjadi pada kulit kepala yang kering maupun berminyak. Selain itu pada proses ini juga terjadi perubahan dari struktur lamellar yang dibentuk ceramides menjadi struktur lemak yang tidak terstruktur.

F.  Mekanisme Antiketombe

         Antiketombe memiliki mekanisme aksi melalui gangguan pada membran sel, disfungsi mitokondria, penghambatan pembentukan dinding sel dan penghambatan pembelahan sel. Senyawa flavonoid mampu mengganggu homeostasis mitokondria tanpa menyebabkan peningkatan level ROS ( Reactive Oxygen Species) intraseluler dan tidak melibatkan apoptosis ( Wijayanti dkk., 2017)



BAB III

KERANGKA KONSEP PENELITIAN

A.    Dasar Pikir Penelitian

Ketombe merupakan suatu keluhan umum yang mempengaruhi hampir 50% dari penduduk pada usia pubertas dari jenis kelamin dan etnisapapun. Tingkat keparahan ketombe dipengaruhi oleh usia, terutama masa pubertas dan usia menengah (mencapai puncak   pada   usia   20   tahun) dan menurun saat lansia (di atas 50 tahun) serta relatif jarang dan ringan pada anak-anak (Maryanti dkk., 2014).

Penyebab primer dari ketombe sendiri belum diketahui secara pasti, namun banyak faktor yang mempengatuhi kejadain ketombe itu sendiri, antara lain faktor hormonal, produksi sebum, kerentanan individu, pertumbuhan jamur Malassezia furfur yang berlebihan, suhu, dan kelembaban lingkungan.  Kejadian ketombe sering dikaitkan dengan peningkatan jumlah jamur Malassezia furfur. maka pengobatan masalah ketombe diberikan shampo yang mengandung obat antijamur, contohnya shampo yang mengandung ketokonazol 2%. Namun perawatan rambut yang mengandung bahan kimia ataupun sintetis. Masyarakat kurang memikirkan dampak dari bahan kimia tersebut. Efek samping dari bahan kimia tersebut yaitu: Kerusakan rambut seperti kerontokan, patah, dan perubahan warna, terjadinya dermatitis pada kulit kepala, efek samping sistemik. Hal ini jarang terjadi, namun pada penggunaan jangka panjang akan menimbulkan efek yang lebih serius. (BPOM 2009)

Untuk mengurangi efek samping tersebut, cara alternatif yang dapat dipilih yaitu dengan menggunakan bahan alami yang berasal dari alam Salah satu caranya dengan memanfaatkan tumbuhan tertentu yang dianggap memiliki senyawa-senyawa aktif atau metabolit sekunder yang dapat megobati ketombe baik yang terkandung di dalam biji, daun, batang, kulit batang dan akar tumbuhan (Anggraeni, 2017). Adapun tanaman herbal yang dapat digunakan sebagai Antiketombe salah satunya adalah tanaman langir (Albizia Saponaria Lour) di mana bagian tumbuhan yang di gunakan adalah kulit batangnya Kandungan senyawa pada kulit batang langir yang berpotensi sebagai antiketombe yaitu saponin, terpen, alkaloid, dan flavonoid (Moch dkk., 2018, Kokila, 2013 dan Prasad dkk., 2008).

B.     Bagan Kerangka Konsep Penelitian

Aktivitas Antiketombe Terhadap Jamur Malssezia furfur

Fraksi n-Heksan, Fraksi Etil Asetat dan Fraksi Air dari Kulit

Batang Langir

 


 

 

                                               

Keterangan :

                                            : Variabel Dependen

 

                                            : Variabel Independen

: Menyatakan pengaruh antara variabel independen dan  dependen

Gambar 4. Bagan Kerangka Konsep Penelitian

C.    Variabel Penelitian

1. Variabel terikat: Variabel terikat pada penelitian ini adalah jamur Malassezia furfur

2. Variabel bebas: Variabel bebas pada penelitian ini adalah:

a. Fraksi n-heksan dari kulit batang langir (Albizia saponaria Lour)

b. Fraksi etil asetat dari kulit batang langir (Albizia saponaria Lour)

c. Fraksi air dari kulit batang langir (Albizia saponaria Lour)

D.    Variabel Penelitian

1. Variabel terikat: Variabel terikat pada penelitian ini adalah jamur Malassezia furfur

2. Variabel bebas: Variabel bebas pada penelitian ini adalah:

a. Fraksi n-heksan dari kulit batang langir (Albizia saponaria Lour)

b. Fraksi etil asetat dari kulit batang langir (Albizia saponaria Lour)

c. Fraksi air dari kulit batang langir (Albizia saponaria Lour)

E.     Definisi Operasional dan Kriteria Obyektif

1. Defenisi Operasional Variabel Dependen

Salah satu masalah rambut yang dapat mengganggu penampilan dan keindahan rambut adalah ketombe. Ketombe yang memiliki nama ilmiah pityriasis capitis, adalah hasil pengelupasan kulit mati berlebihan dikulit kepala. Proses ini merupakan proses yang alami, bila terjadi dalam jumlah yang kecil. Namun proses ini dapat terjadi secara berlebihan dan diikuti dengan kemerahan dan iritasi sehingga terjadi ketombe yang disebabkan oleh jamur Malassezia furfur. 

Kriteria objektif:

Aktivitas antijamur adalah efek yang ditandai dengan adanya zona bening yang dapat ditimbulkan dari suatu sampel dalam satuan mm.

1)      Memiliki aktivitas antiketombe terhadap jamur Malassezia furfur yaitu apabila adanya zona bening atau area bening pada daerah piper disk yang telah diberi fraksi atau kontrol.

2)      Tidak memiliki aktivitas antijamur: yaitu jika tidak adanya zona bening yang terdapat pada area sekitar piper disk yang telah diberi fraksi atau kontrol.

 

2. Definisi Operasional Variabel Independen

a. Fraksi n-Heksan

           Fraksi n-heksan dari Kulit Batang Langir adalah hasil yang di dapatkan dari Fraksinasi dengan metode partisi cai-cair.

Kriteria objektif: Dalam satuan gram

b. Fraksi Etil Asetat

           Fraksi etil asetat dari Kulit Batang Langir adalah hasil yang di dapatkan dari Fraksinasi dengan metode partisi cai-cair.

Kriteria objektif : Dalam satuan gram

c. Fraksi Air

Fraksi air dari Kulit Batang Langir adalah hasil yang di dapatkan dari Fraksinasi dengan metode partisi cai-cair.

Kriteria objektif : Dalam satuan gram

F.     Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah:

1.      Ha > 0,05          Ditolak

2.      Ho < 0,05          Diterima

Keterangan:

Ha= fraksi n-heksan, etil setat dan air dari kulit batang langir (Albizia Saponaria Lour) tidak memiliki aktifitas sebagai antiketrombe

H0= fraksi n-heksan, etil setat dan air kulit   batang  langir (Albizia saponaria Lour) memiliki aktifitas sebagai antiketombe

1.      p Value > 0,05           Ha ditolak dan H0 diterima

2.      p Value < 0,05           Ha diterima dan H0 ditolak

Keterangan:

Ho = fraksi n-heksan, etil setat dan air dari kulit batang  langir (Albizia saponaria Lour ) tidak memiliki aktifitas sebagai antiketombe yang lebih optimal dibandingkan dengan ketoconazole 1%.

Ha = fraksi n-heksan, etil setat dan air dari kulit batang  langir (Albizia saponaria Lour) memiliki aktifitas sebagai antiketombe yang lebih optimal dibandingkan dengan ketoconazole 1%


BAB IV

METODE PENELITIAN

A.    Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian analitik yang bertujuan untuk Mengetahui aktivitas fraksi n-heksan, etil asetat, dan air dari kulit batang langir (Albizia saponaria Lour) sebagai antiketombe. Adapun rancangan penelitiannya adalah sampel kulit batang langir (Albizia saponaria Lour) akan diekstraksi kemudian hasil dari ekstraksi akan difraksinasi dengan 3 pelarut, yang selanjutnya 3 fraksi yaitu fraksi n-heksan, etil asetat dan air dari kulit batang langir  (Albizia saponaria Lour ) akan diuji aktivitasnya  sebagai antiketombe. dengan rancangan analisis sederhana yang terdiri dari 2 Kontrol dengan 3x replikasi / ulangan.

Tabel 3. Desain penelitian zona hambat antiketombe fraksi n-heksan, etil asetat, dan air sebagai berikut.

 

No

 

 

Sampel

 

Konsentrasi

 

Pemeriksaan

Rata – rata Hasil Pengamatan

Replikasi I (mm)

ReplikasiII(mm)

ReplikasiIII(mm)

Rata-rata (mm)

1

Fraksi n-Heksan

8%

16%

32%

Malasezia furfur

 

 

 

 

2

 

Fraksi Etil asetat

8%

16%

32%

Malasezia furfur

 

 

 

 

3

Fraksi air

8%

16%

32%

Malasezia furfur

 

 

 

 

4

ketokonazol

+

 

 

 

 

 

5

DMSO

_

 

 

 

 

 

 

8%                        : Ekstrak Dengan Konsentrasi (8%)

16%                      : Ekstrak Dengan Konsentrasi (16%)

32%                      : Ekstrak Dengan Konsentrasi (32%)

Ketokonazole       : Kontrol Positif

DMSO                 : Kontrol Negatif

B.     Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fitokimia-Farmakognosi dan Laboratorium Kimia Farmasi dan Instrumentasi Universitas Mandala Waluya Kendari.

1.  Populasi Dan Sampel

Populasi tanaman di peroleh dari hutan tropis Desa Duduria Kecamatan Ranometo Kabupaten Konawe Selatan.

2.  Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah kulit batang langir  (Albizia saponaria Lour)

C.    Alat dan Bahan Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, autoklaf, batang pengaduk, gelas ukur, gelas beker, aluminium foil, corong gelas, cawan petri, timbangan digital, oven, hot plate, cawan porselin, erlenmeer, klem dan satif, desikator, kertas saring, batang L, rotary evaporator, jarum ose, lampu spiritus, incubator, LAF, pipet tetes ,pingset.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, ekstrak kulit batang langir (Albizzia saponaria Lour),  aquades, NaCL, Ketokonazol, DMSO 1% (Dimetil Sulfoksida), etanol 96%,jamur Malasezia furfur, media PDA (Potato Dextrosa Agar)

D.    Prosedur Peneltian

1.    Pengambilan Sampel

Sampel adalah kulit batang  langir (Albizia saponaria Lour) yang di peroleh dari hutan tropis Desa Duduria Kecamatan Ranometo Kabupaten Konawe Selatan.

2.   Determinasi Sampel

Determinasi tanaman dilakukan dengan mempersamakan sifat morfologi tumbuhan diantaranya bentuk, ukuran, jumlah, bagian-bagian daun, bunga, buah, biji dan lain-lain. Membandingkan dan mempersamakan ciri-ciri tumbuhan yang akan diteliti dengan tumbuhan yang sudah dikenali identitasnya. Determinasi sampel dilakukan di Fakultas Biologi Universitas Haluoleo.

3.    Pengolahan Sampel

Kulit batang langir (Albizia saponaria Lour) yang telah dikumpulkan dibersihkan menggunakan air mengalir. kulit batang langir (Albizia saponaria Lour) dipotong kecil kecil sebelum dikeringkan. Sampel yang telah dikeringkan dihaluskan hingga menjadi serbuk.

4.    Ekstraksi Sampel

   Kulit batang segar yang telah dibersihkan dan dirajang, dijemur dengan tidak terkena sinar matahari langsung ±5hari kemudian dilakukan ekstraksi. Ekstraksi dilakukan menggunakan metode ekstraksi cara dingin dengan cara maserasi, yaitu merendam kulit batang langir serbuk kering sebanyak ±500gr dalam pelarut etanol 96%. Proses ini dilakukan dengan perendaman serbuk eksrak kulit batang langir selama 3 kali 24 jam dalam bejana maserasi Selanjutnya disaring dengan menggunakan kain flanel dan corong saringan. Hasil penyaringan dipekatkan dalam Rotary Evaporator hingga menghasilkan ekstrak kental.

5.    Fraksinasi Ekstrak Kulit Batang Langir (Albizzia saponaria Lour)

Pembuatan fraksinasi n-heksan, etil asetat dan air dilakukan dengan cara ditimbang ekstrak etanol batang langir 50 g ekstrak disuspensikan dengan n-heksan : aquades (1:1) sebanyak 250 ml kemudian dimasukkan kedalam corong pisah difraksinasikan dengan n-heksan 250 ml dengan cara dikocok selama 10-15 menit. Setelah itu didiamkan hingga terbentuk dua lapisan yaitu lapisan n-heksan dan lapisan air. Dikeluarkan lapisan air dan n-heksan masing-masing ditampung dalam Erlenmeyer. Lapisan air dimasukan kembali kedalam corong pisah kemudian ditambahkan dengan pelarut etil asetat lalu dikocok selama 10-15 menit, setelah itu didiamkan sehingga terbentuk dua lapisan. Dikeluarkan lapisan air dan etil asetat masing-masing ditampung di dalam Erlenmeyer. Sehingga diperoleh tiga fraksi yaitu fraksi n-heksan, etil asetat, dan air. Hasil fraksi ini kemudian dipekatkan dengan rotary evaporator (Sarker dkk.., 2006).

6.    Skrining Kandungan Kimia Ekstrak Kulit Batang  Langir (Albizia  saponaria Lour)

1. Pemeriksaan Alkaloid

        Ekstrak uji sebanyak  2 mL, di celupkan di atas cawan porselin hingga di dapat residu. Residu kemudian di larutkan dengan 5 ml HCl 2 N. Larutan yang di dapat kemudian di bagi dalam 3 tabung reaksi. Tabung pertama di tambahkan dengan HCl 2 N yang berfungsi sebagai blanko. Tabung ke dua di tambhakna  pereaksi Dragedroff  sebanyak 3 tetes dan tabung reaksi ke tiga di tambahkan pereaksi Mayer sebanyak 3 tetes. Terbentuknya endapan jingga pada tabung  ke dua dan endapan putih pada tabung  ke tiga menujukkan adanya alkaloid (Afriani dkk., 2016).

1.      Pemeriksaan  Sterol dan Triterpenoid

           Fraksi uji  di larutkan dalam 0,5 mL kloroform, lalu di tambahkan dengan 0,5 mL asam asetat anhidrat. Selanjutnya, campuran ini di tetesi dengan 2 mL asam sulfat pekat melalui dinding tabung tersebut. Bila berbentuk warnah hijau kebiruan menunjukkan adanya sterol. Jika hasil yang di peroleh berupa cincin kecoklatan  atau violet pada perbatasan dua pelarut, menunjukkan adanya  triterpenoid (Afriani dkk., 2016).

 

2.      Pemeriksaan Tanin

         Uji tanin dilakukan dengan menambahkan larutan FeCl3 ke dalam sampel. Hasil positif tanin ditunjukkan dengan terbentuknya warna hitam kebiruan pada sampel uji (Afriani dkk., 2016).

3.      Pemeriksaan Saponin

        Fraksi uji  di masukkan ke dalam tabung reaksi, di tambhakan 10 mL air panas, dinginkan dan kemudian kocok sekuat-kuatnya selama 10 detik. Terbentuk buih yang mantap selama tidak kurang dari 10 menit setinggi 1-10cm. pada penambahn HCl 2 N, buih tidak hilang (Afriani dkk., 2016).

4.      Pemeriksaan Flavonoid

Uji flavanoid dilakukan dengan cara menambahkan asam klorida pekat dan logam Mg pada sampel. Tes positif bila terjadi warna merah-jingga (Afriani dkk., 2016).

5.      Pemeriksaan Quinon

Tes Quinon Sampel dipanaskan dalam air, kemudian disaring. Kemudian di tambahkan NaOH. Warna kuning ke merah yang terbentuk menunjukkan kandungan kuinon dalam fraksi (Afriani dkk., 2016).

6.      Pemeriksaan Fenol

Tes Polifenol: fraksi uji di tambahkan dengan sejumlah air dalam tabung, kemudian tabung dipanaskan dan disaring dalam kondisi panas. Filtrat yang diperoleh ditambahkan dengan FeCl3. adanya senyawa polifenol ditunjukkan dengan pembentukan hitam dan biru.

7.    Pembuatan Media Jamur Malassezia Furfur

a. Pembuatan Medium PDA

Ditmbang 3,9g, dimasukkan ke dalam enlenmeyer, kemudian dilarutkan dengan aquadest hingga 100 mL. Lalu diaduk hingga homogen, dipanaskan dalam air mendidih sambil diaduk sekali-kali selama 1 menit atau sampai serbuk larut sempurna. Dimasukkan kedalam tabung reaksi sebanyak 5 mL. Disterilkan kedalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. Diletakkan tabung dengan posisi miring kurang lebih 15 menit, biarkan memadat media siap digunakan sebagai media pertumbuhan untuk jamur Malassezia furfur (Djide dkk,, 2016).

 

 

b.    Pembuatan Suspensi Jamur

Adapun prosedur penyiapan jamur pada penelitian ini yaitu dilakukan Peremajaan Jamur, diambil satu ose biakan murni jamur Malassezia furfur dengan menggunakan jarum ose yang telah disterilkan, digoreskan pada media PDA miring, diinkubasi pada suhu 37°C selama 1x24 jam. Selanjutnya dilakukan pembuatan suspensi jamur dengan cara diambil sebanyak satu ose biakan jamur Malassezia furfur yang  telah diremajakan dimedia PDA miring, dimasukkan kedalam tabung reaksi yang telah berisi larutan NaCl sebanyak 10 mL dikocok sampai homogen hingga diperoleh suspensi jamur (Maliku, 2010).

8.    Pengujian Aktivitas Fraksi n-Heksan, Etil asetat, dan Air Kulit Batang Langir (Albizzia saponaria Lour) Sebagai Anti Ketombe terhadap jamur (-Malasezia furfur)

Masing-masing 9 cawan petri ditambah sebanyak 15 mL PDA (Potatoes Dextrosa Agar) cair yang sudah ditambahkan 1 ose jamur malasezia furfur, dihomogenkan dan ditunggu padat, selanjutnya diinkubasi pada suhu 37oC selama 1x24 jam.Uji penghambatan jamur penyebab ketombe dilakukan dengan metode paper disk, caranya Diambil 9 cawan petri berisi PDA ( Potato Dextrosa Agar ). Cawan petri 1 ditempatkan piper disk yang telah dicelupkan fraksi n-heksan kulit batang langir (Albizzia saponaria Lour) dengan konsentrasi masing-masing 8%, 16%, 32%. Pada cawan 2 ditempatkan paper disc yang mengandung fraksi etil asetat kulit batang langir (Albizzia saponaria Lour) dengan konsentrasi masing-masing 8%, 16%, 32%pada cawan petri 3 ditempatkan piper disc yang dicelupkan kedalam fraksi air kulit batang langir dengan konsentrasi masing-masing 8%, 16%, 32%, dengan control negative DMSO, dan control positif  ketokonazol dan c Semua biakan diinkubasi pada inkubator dengan suhu 37oC selama 1x24 jam. Setelah 1x24 jam diamati terbentuknya daerah hambatan (daerah jernih yang tidak ditumbuhi fungi uji ) pada masing-masing cawan serta dilakukan pengukuran diameter daerah hambatan yang terbentuk.

E.     Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data pada penelitian ini khusus dilakukan menggunakan Analisis One-Way ANOVA dan uji dunchan menggunakan perangkat program SPSS versi 20.

F.     Etika Penelitian

Adapun etika dalam melakukan suatu penelitian yaitu pertama peneliti mengajukan surat izin melakukan penelitian kepada Kepala Laboratorium Farmasi UNIVERSITAS MANDALA WALUYA KENDARI, selanjutnya peneliti menentukan alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian dan terakhir peneliti melakukan penelitian dengan tetap memperhatikan aturan di dalam laboratorium Farmasi Universitas Mandala Waluya Kendari



BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.    Gambaran Umum Penelitian

Determinasi sampel batang langir (Albizia saponaria Lour) di Laboratorium Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Halu Oleo. Setelah itu, penelitian dilanjutkan dengan skrining fitokimia sampel batang langir (Albizia saponaria Lour)  di Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia Universitas Mandala Waluya Kendari dan kemudian dilakukan pembuatan sediaan uji serta pengujian uji aktifitas antibakteri ekstradi Laboratorium Biofarmasetika-mikrobiologi Prodi Farmasi Universitas Mandala Waluya Kendari, yang terletak di Jl. A.H. Nasution, No. G-37 Kec. Kambu

B.     Analisis Data

1. Analisis Univariat

a. Hasil Determinasi tanaman

Dari hasil determinasi yang diperoleh, tumbuhan yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini adalah kulit batang langir (Albizia saponaria Lour) dengan kata kunci 1a-2b-3b-4a-5b-6b-7b-8a-9a-10b-11b dengan spesies (Albizia saponaria Lour). Hasil determinasi langir (Albizia saponaria) terdapat pada lampiran

b.      Hasil Rendemen Ekstrak kulit batang langir

Hasil rendemen ekstrak kulit batang langir (Albizia saponaria Lour) dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Rendemen Ekstrak kulit batang langir

Berat Serbuk (gram)

Berat Ekstrak (gram)

Rendemen Ekstrak

(%)

4000

206,5

5,16%

c.       Hasil Rendemen Fraksi n-Heksan, Etil Asetat Dan Air Kulit Batang Langir (Albizia Saponaria Lour)

      Hasil rendemen senyawa metabolit sekunder  fraksi n-heksan, etil asetat dan air dari kulit batang langir (Albizia saponaria Lour) dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Rendemen Fraksi n-Heksan, Etil Asetat Dan Air Kulit Batang Langir

Bobot Ekstrak

Jenis Fraksi

Total Bobot Fraksi (gram)

Total Rendemen

 

150 gram

n-heksan

45,36

30,24%

Etil asetat

44,66

29,77%

Air

40,23

26,82%

d.      Hasil Identifikasi Kandungan senyawa metabolit sekunder Ekstrak Dan Fraksi Dari Kulit Batang Langir (Albizia saponaria Lour)

     Hasil uji skrining fitokimia ekstrak dan fraksi n-heksan, etil asetat dan air dari kulit batang langir (Albizia saponaria Lour) dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Rata-rata pengamatan

Konsentrasi

Pemeriksaan

Rata-rata hasil pengamatan

Replikasi I (mm)

Replikasi II (mm)

Replikasi III (mm)

Rata-rata (mm)

8%

 Fraksi n-heksan

13,3

13,0

12,6

12,9±0.26

16%

14,6

14,3

14,0

14,3±0,30

32%

15,3

15,6

15,6

15,5±0,17

Ketokonazol

 

29,0

28,3

29,0

28,7±40

DMSO

 

-

-

-

-

8%

Fraksi etil asetat

9,3

9,3

8,8

9,13±0,28

16%

10,8

10,3

10,0

10,3±0,40

32%

11,6

11,6

11,3

11,5±0,17

Ketokonazol

 

29,0

28,3

29,0

28,7±40

DMSO

 

-

-

-

-

8%

 

Fraksi air

12,6

13,2

13,2

13±0.34

16%

14,6

14,8

14,8

14,7±0,11

32%

15,6

15,6

16,2

15,8±0,34

Ketokonazol

29,0

28,3

29,0

28,7±40

DMSO

-

-

-

-

 

 

 

 

Keterangan :

8%                        : Ekstrak Dengan Konsentrasi (8%)

16%                      : Ekstrak Dengan Konsentrasi (16%)

32%                      : Ekstrak Dengan Konsentrasi (32%)

Ketokonazole         : Kontrol Positif

DMSO                 : Kontrol Negatif

 

Gambar 5. grafik persen zona hambat fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan fraksi air

 

                           

 

Tabel 6. Hasil Analisis Fraksi N-heksan

Uji statistik perbandingan setiap konsentrasi

Konsentrasi

A vs B

Hasil diameter zona hambat (mm)

P value

Malassezia furfur

Keterangan (Perbedaan)

A

B

8% vs positif

1,6 ±0,17

29,0±1,2

0,000*

signifikan

8% vs negatif

1,6 ±0,17

-

0,000*

signifikan

16% vs positif

2,5±0,40

29,0±1,2

0,000*

signifikan

16% vs negatif

2,5±0,40

-

0,000*

signifikan

32% vs positif

3,2 ±0,05

29,0±1,2

0,000*

signifikan

32% vs negatif

3,2 ±0,05

-

0,000*

signifikan

Keterangan:

1.      * = p> 0,05 Berbeda Signifikan

2.      P<0,05 Tidak berbeda signifikan

Tabel 7. Hasil Analisis Fraksi Etil Asetat

Uji statistik perbandingan setiap konsentrasi

Konsentrasi

A vs B

Hasil diameter zona hambat (mm)

P value

Malassezia furfur

Keterangan (Perbedaan)

A

B

8% vs positif

1,6 ±0,17

29,0±1,2

0,000*

signifikan

8% vs negatif

1,6 ±0,17

-

0,000*

signifikan

16% vs positif

2,5±0,40

29,0±1,2

0,000*

signifikan

16% vs negatif

2,5±0,40

-

0,000*

signifikan

32% vs positif

3,2 ±0,05

29,0±1,2

0,000*

signifikan

32% vs negatif

3,2 ±0,05

-

0,000*

signifikan

Keterangan:

1.      * = p> 0,05 Berbeda Signifikan

2.      P<0,05 Tidak berbeda signifikan

 

Tabel 8. Hasil Analisis Fraksi Air

Uji statistik perbandingan setiap konsentrasi

Konsentrasi

A vs B

Hasil diameter zona hambat (mm)

P value

Malassezia furfur

Keterangan (Perbedaan)

A

B

8% vs positif

1,6 ±0,17

29,0±1,2

0,000*

signifikan

8% vs negatif

1,6 ±0,17

-

0,000*

signifikan

16% vs positif

2,5±0,40

29,0±1,2

0,000*

signifikan

16% vs negatif

2,5±0,40

-

0,000*

signifikan

32% vs positif

3,2 ±0,05

29,0±1,2

0,000*

signifikan

32% vs negatif

3,2 ±0,05

-

0,000*

signifikan

 

Keterangan:

1.      * = p> 0,05 Berbeda Signifikan

2.      P<0,05 Tidak berbeda signifikan

 

C.    Pembahasan

Penelitian uji aktivitas  fraksi n-heksan, etil  asetat  dan air  kulit batang langir (albizia saponaria Lour) sebagai anti ketombe terhadap jamur  (malassezia furfur)  dimaksudkan untuk mengetahui daya hambat dari fraksi  kulit batang langir (albizia saponaria Lour) terhadap pertumbuhan jamur (malassezia furfur)   dengan kosentrasi 8%, 16%, 32%.

Kulit Batang  langir (Albizia saponaria Lour )  yang digunakan dalam penelitian ini di peroleh dari hutan tropis Desa Duduria Kecamatan Ranometo Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara. Pengambilan Kulit Batang langir (Albizia saponaria Lour) dilakukan saat berlangsungnya pertunasan dan tumbuhan sudah cukup umur. Kulit Batang langir (Albizia saponaria Lour) yang telah didapatkan, sampel dikumpulkan kemudian dicuci agar kotoran yang terdapat pada sampel hilang, lalu dirajang untuk mempermudah dalam proses penghalusan kemudian dikeringkan tanpa sinar matahari. Pengeringan dilakukan bertujuan untuk mengurangi kadar air yang terkandung dalam sampel untuk menghindari terjadinya pertumbuhan mikroorganisme sehingga simplisia tidak mudah rusak.

Sampel Kulit Batang  langir (Albizia saponaria Lour) yang telah di serbukan sejumlah 4000 gram diekstraksi menggunakan metode maserasi. Maserasi merupakan proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan. Pada proses meserasi pelarut yang digunakan adalah pelarut etanol 96%, digunakan pelarut etanol 96% karena pelarut ini cenderung bersifat polar, pelarut ini juga paling umum di gunakan karena pelarut dengan rentang air kurang dari 30% tidak mudah ditumbuhi oleh mikroba. Proses maserasi dilakukan dengan merendam Kulit Batang  langir (Albizia saponaria Lour)  pada cairan penyari selama 3 hari sambil sesekali digojog. Penggojogan dilakukan untuk mencegah terjadinya keseimbangan antara larutan zat aktif yang terdapat dalam sel dengan larutan zat aktif yang terdapat diluar butir sel (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2000). Kemudian hasil maserasi disaring sehinga di peroleh meserat. Maserat yang diperoleh kemudian diuapkan pada rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak kental untuk ditimbang, kemudian dihitung rendemenya. Hasil proses ekstraksi menunjukkan bahwa sebanyak 4000 gram Batang  langir (Albizia saponaria Lour)  kering menghasilkan 206,5 gram ekstrak kental dengan nilai rendemen 5,16%.

Setelah di dapatkan ekstrak kental langkah selanjutnya yang dilakukan adalah melakukan proses fraksinasi, tujuan dilakukan fraksinasi karena ekstrak awal merupakan campuran dari berbagai senyawa. Ekstrak awal sulit dipisahkan melalui teknik pemisahan tunggal untuk mengisolasi senyawa tunggal. Oleh karena itu ekstrak awal perlu dipisahkan ke dalam fraksi yang memiliki polaritas dan ukuran molekul yang sama, (Sarker SD dkk., 2006). Fraksinasi dapat dilakukan dengan metode ektraksi cair-cair. Fraksinasi merupakan proses pemisahan antara zat cair dengan zat cair. Fraksinasi dilakukan secara bertingkat berdasakan tingkat kepolarannya yaitu dari non polar, semi polar dan polar. Senyawa yang memiliki sifat non polar akan larut dalam pelarut non polar, yang semi polar akan larut dalam pelarut semi polar dan yang bersifat polar akan larut dalam pelarut polar (Harbone, 1987). Metode fraksinasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah partisi cair-cair, di mana  ekstrak yang telah dilarutkan ke dalam pelarut yang sesuai nantinya akan di masukan ke dalam corong pisah  dan dicampur dengan pelarut berdasarkan  tingkat kepolaranya  setelah itu corong pisah dikocok. Setelah dikocok akan terbentuk dua lapisan seperti pada pelarut yang memiliki massa jenis lebih tinggi  akan berada di lapisan bawah, dan yang memiliki massa jenis lebih kecil akan berada di lapisan atas.   

Senyawa yang terkandung dalam ekstrak nantinya akan terpisah  sesuai dengan tingkat kepolaran pelarut yang digunakan. Senyawa akan tertarik oleh pelarut yang tingkat kepolarannya  sama dengan senyawa tersebut (Haznawati, 2012). Pada proses fraksinasi menggunakan pelarut n-heksan, etil asetat dan pelarut air.  Fraksinasi n-heksan, etil asetat, dan air dilakukan pembuatan dengan cara ditimbang ekstrak etanol batang langir 50 gram ekstrak disuspensikan dengan n-heksan:aquades (1:1) sebanyak 250 ml, kemudian di kocok selama 10-15 menit setelah itu didiamkan sehingga terbentuk 2 lapisan yaitu lapisan n-heksan dan lapisan air. Dikeluarkan lapisan air dan n-heksan masing-masing  di tampung di dalam  Erlenmeyer. Lapisan air dimasukan kembali ke dalam corong pisah kemudian ditambahkan dengan pelarut etil asetat lalu di kocok selama 10-15 menit setelah itu didiamkan sehingga terbentuk 2 lapisan. Dikeluarkan lapisan air dan etil asetat masing-masing di tampung di dalam  Erlenmeyer. Sehingga di peroleh 3 fraksi yaitu fraksi n-heksan, etil asetat dan air.Hasil fraksi ini kemudian dipekatkan dengan Rotary Evaporator ( Sarker dkk., 2006).

Hasil fraksinasi yang di peroleh dari 150 gram ekstrak adalah fraksi n-heksan sebanyak 45,36 gram dengan total rendemen30,24%, fraksi etil asetat sebanyak 44,66 gram dengan total rendemen29,77% serta fraksi air seanyak 40,23 dengan total rendemen sebanyak 26,82%.

Sebelum dilakukan perlakuan terlebih dahulu di lakukan skrining kandungan senyawa kimia pada ekstrak dan fraksi dari kulit batang langir, (Albizia saponaria Lour) di mana hasil yang di peroleh dari skrining kandungan senyawa dari ekstrak menunjukan sampel kulit batang langir, (Albizia saponaria Lour ) mengandung senyawa alkaloid, flavanoid , tannin, saponin, fenol  dan triterpenoid, sedangakan pada scrining kandungan senyawa fraksi menunjukan pada fraksi n-heksan mengandung senyawa Alkaloid, flavonoid, saponin, dan triterpenoid, pada fraksi etil asetat mengandung senyawa alkaloid, flavanoid, tannin, saponin, fenol  dan triterpenoid, serta pada fraksi air mengandung senyawa flavonoid, fenol, tannin dan saponin. Perbedaan kandungan senyawa Kulit batang langir (Albizia saponaria Lour) di setiap fraksi di sebabakan oleh tingkat kepolaran dari pelarut yang di gunakan di senyawa yang memiliki sifat non polar akan larut dalam pelarut non polar, yang semi polar akan larut dalam pelarut semi polar dan yang bersifat polar akan larut dalam pelarut polar (Harbone, 1987). 

Penelitian ini diawali dengan mensterilkan alat dan medium menggunakan oven dan autoclaf untuk menghilangkan mikroorganisme pada alat dan bahan yang akan digunakan, serta membuat biakan jamur miring.  Medium yang di gunakan yaitu medium PDA untuk jamur  media tersebut karena PDA merupakan salah satu media kultur yang paling umum digunakan, dan PDA juga sederhana dan merupakan media terbaik kemampuannya dalam mendukung pertumbuhan dari berbagai jamur (Saha, 2008).

Uji aktivitas fraksi n-heksan, etil  asetat  dan air  kulit batang langir (albizia saponaria Lour) sebagai anti ketombe terhadap jamur  (malassezia furfur)  dilakukan dengan metode difusi agar menggunakan paper disk (kertas cakram). Salah satu metode paling umum digunakan untuk menentukan dengan cepat sensitivitas jamur dan resistensinya terhadap obat-obatan antijamur dengan menggunakan cakram kertas kecil yang masing-masing dijenuhkan dengan larutan obat pada konsentrasi yang berbeda-beda (Pollack, 2016).

Hasil uji aktivitas fraksi n-heksan, etil  asetat  dan air  kulit batang langir (albizia saponaria Lour) sebagai anti ketombe terhadap jamur  (malassezia furfur) di mana pada masing-masing konsentrasi menunjukkan perbedaan daya hambat pada konsentrasi fraksi n-heksan 8% sebesar 12,9 mm, konsentrasi 16% sebesar  14,3 mm, konsentrasi 32% sebesar 15,5 mm, dan konsentrasi untuk fraksi etil asetat 8% sebesar 9,13 mm, konsentrasi 16% sebesar 10,3 mm, konsentrasi 32% sebesar 11,5mm, untuk konsentrasai fraksi air 8% sebesar 13 mm, konsentrasi 16% sebesar 14,7 mm, konsentrasi 32% sebesar 15,8 mm dari data hasil tersebut mm (Susanto Sudrajat dkk., 2012). membuktikan bahwa semakin tinggi konsentrasi suatu ekstrak maka semakin besar zona hambat yang di berikan. dan masi dikategorikan lemah kerena memiliki nilai <5 mm .

Berdasarkan hasil uji statistik dengan α 0,05 taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh konsentrasi terhadap daya hambat fraksi n-heksan, etil  asetat  dan air  kulit batang langir (albizia saponaria Lour), selanjutnya dilakukaan pengujian dengan One-Way ANOVA.

Berdasarkan hasil one-way ANOVA pada jamur Malassezia furfur,  menunjukan nilai signifikan p<0,05 yaitu sebesar p = 0,00 yang berarti bahwa n-heksan, etil  asetat  dan air  kulit batang langir (albizia saponaria Lour),  memiliki aktivitas terhadap jamur malassezia furfur.

Selanjutnya untuk perbedaan antara rata-rata kelompok konsentrasi secara lebih spesifik dapat dilakukan dengan uji LSD (least significance different). Hasil uji LSD pada Malassezia fufur pada fraksi n-heksan, etil  asetat  dan air  kulit batang langir (albizia saponaria Lour)  menunjukkan bahwa untuk fraksi n-heksan dengan konsentrasi 8% dan 16% , dan 32%, memiliki hasil yang signifikan dengan nilai  p= 0,000<0,05. Untuk fraksi etil asetat menunjukan bahwa konsentrasi 8% dan 16% , dan 32%, memiliki hasil yang signifikan dengan nilai  p= 0,000<0,05. Untuk fraksi air menunjukan bahwa Untuk fraksi etil asetat menunjukan bahwa konsentrasi 8% dan 16% , dan 32%, memiliki hasil yang signifikan dengan nilai  p= 0,000<0,05. Dari ketiga fraksi tersebut dapat dilihat bahwa masing-masing fraksi memiliki aktivitas zona hambat yang dilihat dari grafik zona hambat dengan fraksi memiliki aktivitas paling baik ditunjukan pada fraksi air dengan nilai zona hambat pada konsentrasi 32% yaitu mencapai 15,8% sedangkan pada fraksi n-heksan dan fraksi etil asetat masing-masing memiliki nilai zona hambat sebesar 15,5% dan 11,5%. Hal ini menunjukan bahwa pada fraksi air memiliki kandungan senyawa metabolit sekunder yang aktif sebagai penghambatan jamur Malassezia furfur berupa flavonoid, saponin, tanin dan fenol yang lebih banyak dibandingkan dengan  fraksi n-heksan dan etil asetat, dengan mekanisme kerja yaitu dengan cara denaturasi protein sehingga meningkatkan permeabilitas membrane sel. Denaturasi protein menyebabkan gangguan dalam membrane sel sehingga merubah komposisi komponen protein, senyawa flavonoid dapat mendenaturasi protein sel dan mengerutkan dinding sehingga menyebabkan lisisnya dinding jamur bahkan dapat mengalami kematian (Noviyanti, 2016).

 

 

 

 

 


 

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A.    Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:

1.        Fraksi n-heksan, etil  asetat  dan air  kulit batang langir (albizia saponaria Lour)  memiliki aktivitas terhadap pertumbuhan Malassezia furfur.

2.        Diantara ketiga fraksi, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat, fraksi air tersebut evektivitas yang paling tinggi yaitu fraksi air 15,8%

B.     Saran

           Perlu dilakukan penelitian dengan variasi konsentrasi setiap fraksi agar diperoleh konsentrasi terbaik dalam penelitian Fraksi n-heksan etil asetat dan air dari kulit batang langir (Albiziza saponaria Lour)sebagai antiketombe

 

 


 

DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, I., R. 2017. Potensi Ekstrak Daun Suruhan (Peperomia pellucida (L.) Kunth) Terhadap Pertumbuhan Rambut Kelinci. (Skripsi). Jurusan Biologi FMIPA. Unila. Lampung.

Afriani, N., Nora, I., dan Andi, H.A. 2016. Skrining Fitokimia Dan Uji Toksisitas Ekstrak Akar Mentawa (Artocarpus Anisophyllus) Terhadap Larva Artemia Salina. JKK. Vol. 5(1). 2016; 58-64

Aprilia, T. 2017. Uji Picu Pertumbuhan Rambut Kelinci Denga Ekstrak Etanol Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.)Steenis). (Skripsi). Jurusan Biologi FMIPA.Unila. Lampung.

Badan POM RI. 2009. Faktor-faktor Penyebab Ketombe.Majalah Natura KosVol.IV/No.11, September 2009. Jakarta, Diakses 9 November 2011.

Djuanda, Adhi. 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Badan Penerbit

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Hanani Endang. 2016. Analisis Fitokimia. Penerbit buku kedokteran:EGC.

Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan penerbit ITB : Bandung Hermans, M.H.E. 2005. A General Overview Of Burn Care. Int Wound J  2005; 2: 3, 206–220.

Hayati Inayah., Zivenzi Putri Handayani., 2014. Identifikasi Jamur Malassezia Furfur Pada Nelayan Penderita Penyakit Kulit di RT 09 Kelurahan Malabro Kota Bengkulu. Akademi Analis Kesehatan Harapan Bangsa Bengkulu, Indonesia

Haznawati, H. 2012. Fraksinasi.http://darknessthe.blogspot.com. Diakses pada 28 Juli 2018 pukul 20.33

Kemen, Kes.,R.I. 2013. ISO Indonesia. Penerbit PT. ISFI, Jakarta.

Kokila K., Priyadharshini S. D., dan Sujatha V. 2013. Phytopharmacological Properties of Albizia Species: A. Review. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences Vol. 5(3), 70-73

Mahataranti, N., I.Y. Astuti., B. Asriningdhiani. 2012. Formulasi Shampo Antiketombe Ekstrak Etanol Seledri (Apium Graveolens L.) dan Aktivitasnya Terhadap JamurPityrosporum ovale. Jurnal Pharmacy.

Noviyanti., 2016. Uji Aktivitas Antifungi Ekstrak Etanol Gel Manjakami (quercus infectoria) terhadap Candida albicans. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Biologi. Unsyiah.

Prasad, R.N., Viswanathan, S., Devi, J.R., Nayak, Swetha, V.V.C., Archana, B.R.,Parathasarathy, N., and Rajkumar, J., 2008, Short Communication, Preliminary phytochemical screening and antimicrobial activity of Samanea saman, Journal of Medicinal Plants Research, 2 (10) : 268270

Rastuti, U., Purwati. 2012. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Kalba ( Albizia Falcataria ) Denan Metode DPPH ( 1,1-Difenil-2 -pikrilhidrazil ) dan identifikasi senyawa sekundernya. Molekul. 7(1): 33-42.

Sinaga, S.R. 2012. Uji Banding Efektivitas Perasan Jeruk Purut (Citrus hystrix DC) dengan Zinc Pyrithione 1% terhadap Pertumbuhan
Pityrosporum ovale pada Penderita Berketombe. Laporan Hasil Karya
Tulis Ilmiah.
Program Pendidikan Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang.

Suteja I K. P.,Wiwik S.R.,I Wayan GG., 2016. Identifikasi Dan Uji Aktivitas Senyawa Flavonoid Dari Ekstrakdaun Trembesi (Albizia Saman(Jacq.) Merr) Sebagai Antibakteri Escherichia coli. Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Bali

SarkeM SD, Latif Z, & Gray AI. 2006. Natural products isolation. In: Sarker SD, Latif Z, & Gray AI, editors. Natural Products Isolation. 2nd ed. Totowa (New Jersey). Humana Press Inc. hal. 6-10, 18.

Suwendar, SP Fitrianingsih, FL, Dieni Mardliyani,, N Fitriani. 2019. Aktivitas Antiketombe dari Ekstrak Etanol dan Fraksi Daun Jambu Air (Eugenia aqueum )(Burm. F) Alston. Jurnal Sains Farmasi & Klinis, Universitas Islam Bandung.

Wilujeng Yesi Biyan, Nieke Andina Wijaya, Proporsi Volume Ekstrak Belimbing Wuluh Terhadap Sifat Organoleptik Hair Tonic, Program Studi Pendidikan Tata Rias, Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga, Universitas Negeri Surabaya

Wijayanti Ernanin Dyah, Endang Susilowati. 2017. Eksplorasi Ekstrak Etanol Beberapa Tumbuhan Berpotensi Sebagai Antiketombe. Jurnal Riset Sains dan Teknologi

Pongoh EJ, JR Rymond, HB Husein, P Tarigan, M Mitova, JW Blunt. Suatu pentahidroksiflavanon dari akar Albizzia saponaria. Jurnal Kimia Indonesia 2(1), 1316.




Related Posts

Posting Komentar

Subscribe Our Newsletter